Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menjatuhkan sanksi peringatan
keras terakhir kepada Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari,
Senin (5/2/2024).
Hasyim dinilai melanggar kode etik karena memproses pendaftaran Gibran
Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden, tanpa mengubah syarat usia
minimum capres-cawapres pada Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2023 sesuai
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023.
"Hasyim Asy'ari sebagai teradu 1 terbukti melakukan pelanggaran kode etik
dan pedoman perilaku penyelenggara Pemilu," kata Ketua DKPP Heddy Lugito
saat membacakan putusan sidang di Jakarta.
Selain itu, DKPP menjatuhkan sanksi peringatan keras kepada 6 Komisioner
KPU, yakni August Mellaz, Betty Epsilo Idroos, Mochamad Afifuddin, Yulianto
Sudrajat, Parsadaan Harahap, dan Idham Holik.
Dalam pertimbangan putusan yang dibacakan oleh Anggota DKPP I Dewa Kade
Wiarsa Raka Sandi, KPU seharusnya segera melakukan konsultasi dengan Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah setelah Putusan MK Nomor
90/PUU-XXI/2023 pada 16 Oktober 2023.
Ini diperlukan agar Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2023 selaku aturan teknis
pilpres bisa segera direvisi akibat dampak putusan MK.
"Para teradu baru mengajukan konsultasi kepada DPR pada 23 Oktober 2023,
atau 7 hari setelah putusan MK diucapkan," kata Wiarsa.
Menurut Wiarsa, dalam persidangan para teradu berdalih baru mengirimkan
surat pada 23 Oktober 2023 karena DPR sedang dalam masa reses.
Akan tetapi, kata Wiarsa, alasan dari KPU terkait keterlambatan permohonan
konsultasi dengan DPR dan pemerintah setelah putusan MK tidak tepat.
"DKPP berpendapat dalih para teradu terbantahkan karena dalam masa reses
dapat dilakukan rapat dengar pendapat, sebagaimana diatur dalam Pasal 254
Ayat 4 dan Ayat 7 Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib,"
ujar Wiarsa.
Selain itu, kata Wiarsa, DKPP menyatakan sikap para komisioner KPU yang
terlebih dulu menyurati pimpinan partai politik setelah putusan MK tentang
syarat batas usia capres-cawapres itu terbit ketimbang melakukan konsultasi
dengan DPR dan pemerintah juga menyimpang dari Peraturan KPU.
"Para teradu dalam menaati putusan MK a quo dengan bersurat terlebih dulu
kepada pimpinan partai politik adalah tindakan yang tidak tepat dan tidak
sesuai dengan perintah Pasal 10 Peraturan KPU Nomor 1 Tahun 2022 tentang
Tata Cara Pembentukan Peraturan dan Keputusan di lingkungan KPU," ucap
Wiarsa.
"Para teradu seharusnya responsif terhadap kebutuhan pengaturan tahapan
pencalonan presiden dan wakil presiden 2024 pasca-putusan Mahkamah
Konstitusi a quo karena telah terjadi perubahan terhadap syarat
capres-cawapres untuk tahun 2024," ujar Wiarsa.
Total, ada 4 aduan terhadap semua komisioner KPU RI terkait perkara etik
pencalonan Gibran ini.
Keempat perkara tersebut diadukan oleh Demas Brian Wicaksono (Perkara nomor
135-PKE-DKPP/XII/2023), Iman Munandar B (perkara nomor
136-PKE-DKPP/XII/2023), P.H. Hariyanto (perkara Nomor
137-PKE-DKPP/XII/2023), dan Rumondang Damanik (perkara nomor
141-PKE-DKPP/XII/2023).
Pada 25 Oktober 2023, KPU telah menerima menerima berkas pendaftaran
pencalonan Gibran.
Padahal, berdasarkan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 19 Tahun 2023 yang ketika
itu belum direvisi, Gibran tidak memenuhi syarat karena belum berusia 40
tahun.
KPU berdalih, Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang mengubah syarat usia
capres-cawapres sudah cukup untuk dijadikan dasar memproses pencalonan Wali
Kota Solo berusia 36 tahun itu.
Walau demikian, pada akhirnya, KPU toh mengubah persyaratan
capres-cawapres, dengan merevisi PKPU Nomor 19 Tahun 2023. Akan tetapi,
revisi itu baru diteken pada 3 November 2023.
Copas dari
https://nasional.kompas.com/read/2024/02/05/11151871/ketua-kpu-diputus-langgar-etik-karena-loloskan-pencalonan-gibran
No comments:
Post a Comment