Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil
Lahadalia mengaku tak percaya dengan pengakuan Ketua KPK Agus
Rahardjo yang mengaku diintervensi Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada
kasus korupsi e-KTP.
Bahlil mengatakan tak percaya Jokowi sampai marah hingga berteriak kepada
Agus agar pengusutan kasus korupsi e-KTP yang terjadi pada 2017 lalu
dihentikan.
"Saya lihat [pernyataan Agus] itu kan adalah katanya Pak Jokowi
marah-marah. Mohon maaf, yang saya tahu Pak Jokowi itu kalau marah bukan
suaranya yang besar, enggak pernah dia suara besar," kata Agus di Surabaya,
Minggu (3/12).
Menurut Bahlil, Jokowi tidak terlihat emosional bila sedang marah.
Sebaliknya, mantan Gubernur DKI Jakarta itu akan diam dan tak ekpresif dalam
menunjukkan rasa kesalnya.
"Bapak itu palingan, mohon maaf ya, kalau enggak berkenan ya diam. Boleh
tanyalah semua mantan menteri, atau menterinya, atau orang yang pernah dekat
sama Pak Presiden. Kalau marahnya bapak itu diam," ucapnya.
Karakter Jokowi yang lebih memilih diam bila sedang marah itu, kata Bahlil,
layaknya perilaku orang Jawa.Menurutnya,hal itutentu berbeda dengan dirinya
sebagai orang Papua yang akan meledak-ledak bila meradang.
"Ya diam, selayaknya orang Jawa. Kalau orang Papua kalau marah mungkin
ribut-ribut, banting-banting meja. Kalau orang Jawa kan biasanya, pada
umumnya, kalau marah diam," ujarnya.
Meski demikian,Bahlil mengaku tak tahu secara langsung kasus e-ktp pada
2017 itu. Namun, menurutnya, pernyataan Agus tersebut sangat berbeda dengan
apa yang ia alami sendiri saat bergabung di kabinet.
"Jadi, apa yang disampaikan kalau [Jokowi] bentak-bentak [Agus] rasanya sih
menurut saya perlu diceklah saksinya siapa. Tapi, rasanya saya kurang
percaya," pungkasnya.
Dalam program Rosi Kompas TV Kamis (30/1) malam, Agus Rahardjo mengungkap
pengakuan bahwa Jokowi sempat marah kepadanya di Istana pada 2017 dan
meminta agar kasus e-KTP yang tengah diusut KPK dihentikan. Namun, KPK kala
itu menolak keinginan Presiden.
Agus meyakini penolakan KPK berimbas pada revisi UU KPK yang disahkan pada
2019. Dalam revisi UU KPK, terdapat sejumlah ketentuan penting yang diubah.
Di antaranya KPK kini berada di bawah kekuasaan eksekutif dan bisa
menerbitkan SP3 atau penghentian kasus.
Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana mengaku telah mengecek
pertemuan dimaksud, namun tidak ada dalam agenda presiden.
copas dari
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20231204005415-12-1032355/bahlil-tak-percaya-pengakuan-agus-rahardjo-jokowi-kalau-marah-diam
No comments:
Post a Comment